Selasa, 10 Desember 2013

“OTORIA or OTONOMI”



Pada awalnya secara historis dan administratif, Pulau Sebatik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah pemerintahan Kabupaten Bulungan. Pada tahun 1999 terjadi pemekaran Kabupaten Bulungan sehingga terbentuklah Kabupaten Nunukan yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang. Wilayah administrasi Kabupaten Nunukan pada awal pembentukannya meliputi wilayah Kecamatan Nunukan, Kecamatan Sebatik. Kecamatan Sembakung, Kecamatan Lumbis dan Kecamatan Krayan.

Pemerintahan pertama kali di Pulau Sebatik adalah berbentuk desa dengan dua desa induk yaitu : Desa Setabu dan Desa Sungai Pancang yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Bulungan, kemudian statusnya berubah dari desa menjadi kecamatan pada tahun 1997. Pada tahun 1999 Kabupaten Bulungan dimekarkan menjadi tiga kabupaten yaitu: Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Malinau.

Kabupaten Nunukan sebagai daerah otonomi yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999, telah beberapa kali melakukan pemekaran wilayah kecamatan. Khusus Kecamatan Sebatik telah 2 (dua) kali dimekarkan, antara lain berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor :  03  tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Sebatik Barat dalam Wilayah Kabupaten Nunukan, dan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor : 25 tahun 2011 tentang Pembentukan Kecamatan Sebatik Timur, Sebatik Utara dan Sebatik Tengah Dalam Wilayah Kabupaten Nunukan. Dengan demikian, sampai dengan akhir tahun 2011, jumlah keseluruhan wilayah kecamatan di Sebatik adalah sebanyak 5 kecamatan yaitu:
1.   Kecamatan Sebatik dengan ibukota Tanjung Karang
2.   Kecamatan Sebatik Barat dengan ibukota Binalawan
3.   Kecamatan Sebatik Timur dengan ibukota Sei Nyamuk
4.   Kecamatan Sebatik Utara dengan ibukota Sei Pancang
5.   Kecamatan Sebatik Tengah dengan ibukota Aji Kuning

Kabupaten Nunukan yang dimekarkan dari Kabupaten Bulungan pada tahun 1999 lalu, berada di utara Propinsi Kalimantan Timur. Wilayahnya terdiri dari berbagai pulau dan beberapa wilayahnya berbatasan langsung dengan Sabah dan Serawak Malaysia. Wilayah yang berbatas daratan dengan negeri jiran tersebut adalah Pulau Sebatik, Sei Menggaris, Kandungan, Lumbis, dan Sebuku. Kelima wilayah ini berbatasan dengan negeri Sabah. Sedangkan Krayan dan Krayan Selatan berbatas langsung dengan negeri Serawak. 

Tetapi diantara wilayah-wilayah dari Kabupaten Nunukan yang banyak diperbincangkan adalah Pulau Sebatik. Bahkan perbincangannya sudah sampai di tingkat pemerintah pusat. Sebab, pulau yang dibagi dua dengan Malaysia ini, pernah diklaim oleh Malaysia sebagai bagian dari wilayahnya pada tahun 2008 lalu. 

Bahkan ‘kisruh” itu pernah memanas hingga kedua negara saling mengerahkan kapal perang. Keberadaan Pulau Sebatik ini, masyarakat Nunukan menganggapnya sebagai pulau paling seksi. Karena alamnya mengandung minyak dan gas alam di perairan Ambalat (Ambang Batas Laut) dekat perbatasan perairan dengan Malaysia.

Keadaan Warga Negara Indonesia di perbatasan, termasuk Desa Lalosalo, Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, yang berbatasan dengan Tawau, Malaysia benar-benar dalam kondisi yang memprihatinkan. Kurangnya perhatian pemerintah pusat tentang pembangunan infrastruktur daerah tertinggal, berdampak pada kegiatan lainnya khususnya adalah kegiatan perekonomian. Kegiatan utama penduduk sebatik didominasi dalam bidang pertanian dan perkebunan serta perikanan air asin. Ketika musim panen tiba penduduk akan mengalami kesulitan saat akan memetik dan menjual hasil buminya.

Penduduk disini tidak menjual hasil buminya ke kota terdekat, karena membutuhkan waktu yang panjang dengan kondisi medan yang cukup berat. Jaringan jalan dan alat transportasi yang kurang mendukung adalah alasan utama yang membuat penduduk disini lebih menyukai menjual hasil bumi ke Negei Jiran, dibanding dengan Kota di Indonesia. Resiko lebih besar ini memaksa penduduk untuk menjual hasil bumi ke Tawau, Malaysia. Warga Desa Lalosalo harus menggunakan kapal tradisional saat menempuh perjalanan ke Tawau melalui Sungai Pancang.

Pemekaran daerah perbatasan yang dilakukan adalah harapan wilayah ini untuk dapat berkembang lebih pesat. Program ini akan dapat berkembang dengan baik apabila mendapat dukungan yang kuat dari Pemerintah pusat, Pemerintah daerah, stakeholder dan penduduk Pulau Sebatik. Program pengembangan potensi sumber daya harus dilakukan agar masyarakat perbatasan di Pulau Sebatik tidak lagi terlalu tergantung pada suplai barang-barang kebutuhan pokok dari negara tetangga, Malaysia. Sampai sekarang 80% barang kebutuhan pokok adalah produk dari Malaysia. Hubungan Ketergantungan penduduk Sebatik – Tawau sangat tinggi, oleh karena itu perlu adanya keseriusan dari berbagai pihak untuk sedikit-demi sedikit mengurangi dampak ketergantungan kepada daerah lain.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar