Minggu, 17 November 2013

Sekolah Anak-Anak Indonesia



"Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan"
(UUD 1945 pasal 31 ayat 1)


      "Assalamualaikum wr.wb
Salam Sejahtera….
Tanggal 16 november kemarin, aku genap 3 bulan tinggal di Desa Aji Kuning,
Sebatik Tengah, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara
               
      Pertama-tama.. aku sangat bersyukur bisa menapaki tanah    
      Indonesia dan
memiliki kesempatan untuk berbagi ilmu dan cerita kepada anak-anak
Indonesia bagian utara..
Ku mau berbagi… bisa….???





Desi Imanuni, nama seorang putri pertama Pasangan Bapak Asikin Umar dan Ibu Raminten. Aku adalah salah satu pengajar dari program Sarjana Mendidik Daerah Terdepan Terluar dan Tertinggal (SM-3T) yang di selenggarakan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (info selengkapnya di website majubersama.dikti.go.id). SM-3T adalah suatu gerakan perubahan dalam bidang pendidikan Indonesia. Dimana pelamar merupakan lulusan sarjana terbaik dari universitas-universitas di Indonesia yang kemudian diberi pembekalan sebelum diterjunkan sebagai guru ke daerah 3T (Terdepan Terluar dan Tertinggal) yang secara langsung akan berkontribusi secara aktif untuk kemajuan pendidikan di negeri ini.




Aku adalah Alumnus Pendidikan Geografi Unila angkatan 2009. Memberikan Sapaan hangat dari ujung utara pulau Kalimantan yang menjadi garda terdepan dan berhadapan langsung dengan Negeri tetangga, Malaysia. Sebuah langkah nyata dari sarjana muda Indonesia dalam sejarah pendidikan di negeri Zamrud Khatulistiwa tercinta. 


 Tapi langkah nyata itu akan berarti jika….. here is the clue


      "Aku ngajar di SMA, tapi Satu atap dengan SD-SMP
satu kompleks bangunan dengan 3 sekolah
anak-anak disini masih kesulitan ketika membaca
di tingkat SMA ada siswaku yang membaca aja terbata-bata
Untuk pelajaran eksakta, pengetahuan dasarnya masih rendah,
apalagi di matematika terapanya… tambah kacau

lebih hebohnya lagi, buku teks pelajaran.
banyak siswaku yang tidak punya.
kalopun ada, itu juga mereka fotokopi,
dengan harga Rp 600,00 per lembar
fuiihhh..... fantastis sekalii...."

           



Persoalan kekurangan ruang kelas dan fasilitas belajar lain serta guru menjadi persoalan yang marak terjadi di dunia pendidikan daerah perbatasan Indonesia-Malaysia tepatnya di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Padahal, layanan pendidikan itu juga melayani anak-anak tenaga kerja Indonesia yang ada di Malaysia. 


Puluhan anak tenaga kerja Indonesia (TKI) di Tawau, Malaysia, setiap hari melintasi daerah perbatasan untuk belajar di jenjang SD, SMP, hingga SMA/SMK di Pulau Sebatik. Anak-anak TKI itu tidak bisa mengakses pendidikan di Malaysia.



Untuk mencapai Sekolah Dasar 005, Anak-anak ini harus memulai perjalanan dari daerah perkebunan sawit di Bergosong Kecil, Sabah, melewati jalan yang rusak dan turun naik selama 1-2 jam. Ada anak-anak TKI yang bersekolah di SDN 005 ditampung di asrama sebuah yayasan di Desa Sungai Limau. Tujuannya agar anak-anak tersebut tidak menempuh jarak jauh ke sekolah. Namun, kapasitasnya terbatas. Meskipun layanan pendidikan terbatas, semangat anak-anak untuk belajar cukup tinggi. Siswa SD itu masuk bergantian karena hanya tersedia tiga ruang kelas. Siswa kelas I, II, IV, dan VI masuk pada pagi hari, sedangkan siswa kelas III dan V masuk sore hari. Di sekolah hanya ada dua guru PNS, yakni kepala sekolah dan guru kelas I SD. Enam guru lain diangkat sebagai guru honorer oleh sekolah.



Kondisi pendidikan yang memprihatinkan juga dialami siswa SMPN 1 Sebatik Tengah. Sekolah ini kekurangan ruang kelas untuk menampung siswa-siswanya yang dibagi dalam sembilan rombongan belajar. Jamari, Kepala SMPN 1 Sebatik Tengah, mengatakan, hanya tersedia lima ruang sekolah. Sekolah terpaksa memakai ruang perpustakaan, laboratorium IPA, dan ruangan asrama putra/putri sebagai ruang kelas. Di sekolah ini ada 11 guru PNS. Sisanya, tujuh guru, dan tiga tenaga kependidikan merupakan tenaga honorer.





SMAN 1 Sebatik Tengah sejak 2010 hingga saat ini masih menggunakan gedung SDN 006 dan SMPN 1 Sebatik Tengah di Desa Aji Kuning. Siswa dilayani 4 guru PNS dan 13 guru honorer dan 5 guru dari program SM-3T. Sekolah ini melakukan KBM pada sore hari. Kondisi semakin terasa ironi ketika rintihan air langit jatuh tak terbendung. Pelataran sekolah akan dipenuhi oleh genangan air. Namun, ada saja siswa yang mau berbasah-basahan bermain volli di tengah lapangan.



Kesedihan berganti dengan keceriaan. Siswa-siswa itu melupakan tentang bagaimana keadaan gedung sekolah. mereka bersuka cita bermain dengan air hujan ini.




Untuk membangun Indonesia yang cerdas harus dimulai dari sekarang. Karena mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya  tugas pemerintah, tapi merupakan tanggung jawab kita bersama. 



Semoga langkah kecil dan sederhana yang kita lakukan dapat memberikan manfaat positif kepada tunas-tunas bangsa di Pelosok Indonesia. Paling tidak memberikan semangat kepedulian dan indahnya berbagi sebagai bentuk manifestasi bahwa kita satu bangsa, satu negara Indonesia, dimanapun kita berada.




Desi Imanuni
Angkatan ke-3 SM-3T Kabupaten Nunukan,
Kalimantan Utara

Tidak ada komentar :

Posting Komentar