Selasa, 08 April 2014

EUFORIA JANJI DI KAWASAN PERBATASAN




“Dari sabang sampai merauke
berjajar pulau - pulau
Sambung menyambung menjadi satu
itulah indonesia”

Petikan lagu diatas menggambarkan keadaan kondisi geografi Negeri indah nan permai ini. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara maritim yang berada di equatorial line. Indonesia, nama sebuah negara kepulauan yang  memiliki luas 9 juta kilometer persegi, dimana 75% wilayahnya berupa lautan, pulaunya membentang dari ujung utara-selatan, dari bagian paling barat sampai paling timur. Indonesia memiliki garis pantai yang panjangnya mencapai 81 ribu kilometer. Dengan kondisi seperti ini membuktikan bahwa Indonesia adalah sebuah negara Besar.

Secara geografis indonesia terletak dalam posisi yang sangat strategis.
Mengapa demikian?
Indonesia berada di antara benua Asia dan Australia serta diapit oleh dua samudera, pasifik dan Hindia. Sebuah posisi yang sangat menguntungkan yang diberikan oleh ALLAH SWT kepada bangsa yang ber-bhinekka ini.  Konsekuensi letak yang unik ini, indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tak tertandingi oleh negara tropiss lainnya. Sumberdaya yang ada di permukaan tanah berlimpah, bahkan di dalam air atau di dalam tanah sekalipun. Ini juga di dukung oleh sumber daya manusia yang melimpah jumlahnya.

Melihat deskripsi negeri ini, tentu orang akan beranggapan bahwa negeri ini kaya [sesungguhnya memang KAYA], makmur, sejahtera, negeri tanah bertuah dengan segala karunia didalamnya. Tak ada yang salah dengan pemikiran diatas, memang benar Indonesia kaya, dan sebagai warga negara yang baik kita mesti bersyukur atas anugerah yang telah diberikan. Namun jangan berfikir sedangkal itu, justru dengan situasi dan kondisi kompleks ini tantangan dan peluang yang dihadapi bangsa ini juga besar adanya. Hal ini berkaitan erat dengan rumusan konstitusi negeri ini, UUD 1945 alenia ketiga dan keempat.
“...kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negera Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”
Petikan UUD 1945 alenia keempat mencerminkan tujuan bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Sungguh mulia adanya.

Berkaitan dengan aspek kewilayahan, yang menjadi topik disini adalah bagaimana pemerintah indonesia dapat mewujudkan janjinya sebgaimana tertuang dalam UUD 1945, “ untuk membentuk suatu negara yang besatu, berdaulat, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Sebuah tantangan besar yang mesti dihadapi oleh bangsa ini. Cobaan berat mengenai persatuan dan kesatuan wilayah telah menghinggapi indonesia, mulai dari lepasnya timor timur, pulau sipadan dan legitan.

Kawasan perbatasan memiliki nilai dan peran strategis terhadap kedaulatan, keutuhan, dan martabat sebuah negara.  Apabila “Pagar Depan”nya tak mencerminkan kedaulatan, keutuhan dan martabat, bagaimana dengan isi yang ada di dalamnya.  Kawasan perbatasan adalah suatu kawasan yang berbatasan dengan negara lain setelah ditetapkan batasnya melalui kesepakatan/perjanjian antar dua atau  lebih negara yang bertetangga, dimana kawasan perbatasan merupakan tanda berakhirnya kedaulatan suatu negara terhadap wilayah yang dikuasainya.

Republik indonesia berbatasan baik darat, maupun laut dengan sepuluh negara, antara lain berbatasan laut dengan Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Palau, Singapura, Timor leste, Thailand, Vietnam,  dan berbatasan darat dengan tiga negara yaitu negara Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini.

Upaya pembangunan di Kawasan perbatasan ini tergolong lambat, berbeda dengan pembangunan di kawasan pulau Jawa, Sumatera, Bali atau daerah lainnya. Kondisi ini belum signifikan mencerminkan perubahan yang semestinya terjadi. Hal ini membuktikan bahwa kawasan perbatasan Indonesia belum layak disebut sebagai “PAGAR DEPAN” wilayah indonesia.  Hal ini dapat dibuktikan dengan kondisi pulau yang masih alami, ada yang berupa pulau batu, karang, atau pulau tidak berpenghuni, sehingga aksesbilitas pembangunannya sulit dilakukan. Untuk gambaran kondisi sosial ekonomi, dan budaya yang terjadi di kawasan perbatasan masih tergolong rendah.  

Sebagai informasi, penulis telah tujuh bulan tinggal di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara. Salah satu kawasan perbatasan darat dan laut dengan Negeri Sabah, Malaysia. Selama tujuh bulan ini, penulis melakukan pengamatan, adaptasi dengan lingkungan sekitar. Penulis berpandangan bahwa yang paling menghawatirkan adalah perubahan paradigma Ideologi. Perubahan ideologi ini dimungkinkan karena interkasi dengan negeri tetangga, sudah terjalin begitu erat bak pinang dibelah dua. Setiap hari masyarakat pulau sebatik lebih banyak mengkonsumsi bahan makanan dan minuman dari negeri tetangga, lebih sering menonton saluran televisi dan radio Malaysia, jual beli sandang, pangan, dan papan ke wilayah Malaysia . Hal ini dikarenakan aksesbilitas dari dan ke Malaysia lebih mudah, bekerja pun di perusahaan milik malaysia bahkan untuk komunikasi pun menggunkan bahasa Melayu (sabah, malaysia). Hal yang paling mencengangkan adalah penggunaan Ringgit sebagai alat tukar menukar barang yang SAH dan diakui oleh penduduk Sebatik. Uang ringgit adalah hal biasa dan mudah ditemui di kawasan ini, dan masih banyak aspek-aspek lainnya yang lebih berpatokan dengan Negeri Jiran ini bila dibandingkan ke Indonesia.


Jika dibiarkan tanpa perhatian yang serius, bukan tidak mungkin ideologi pancasila akan semakin digerogoti, bukan tak mungkin anak-anak di kawasan perbatasan bisa menyanyikan lagu kebangsaan Malaysia tetapi tak hafal lagu kebangsaan Indonesia “ Indonesia Raya”, sungguh suatu hal yang sangat tak diharapkan, dan penulis pun tak mau hal tersebut terjadi.

Salah satu penyebab terpuruknya kawasan perbatasan Indonesia adalah JANJI pemerintah Indonesia untuk melindungi segenap bangsa indonesia dan sluruh tumpah darah indonesia yang masih sebatas JANJI. Kawasan perbatasan menginginkan janji itu direalisasikan, agar janji tak sebatas janji, atau janji yang akan dilupakan begitu saja. Secara khusus janji pemerintah ini adalah tanggung jawab pemerintah untuk memajukan dan mempercepat oembangunan dan menjadikan kawasan perbatasan ini layak disebut sebagai GARDA TERDEPAN Negeri Indonesia.

Melihat bukti dan fakta yang ada sekaang ini pemerintah belum memiliki keseriusan yang tinggi terhadap Kawasan perbatasan. Kawasan perbatasan masih di-“anak tirikan” dengan daerah lainnya yang berada di pulau Jawa. Penulis berpendapat bahwsanya pemerintah RI masih lemah dalam pemahaman atas konsepsi ruang negara yang dimiliki oleh para pejabat negara ini.

Dan ironisnya adalah kawasan perbatasan seolah olah menerima semua kenyataan pahit yang mereka terima selama ini. Sejauh ini belum ada upaya yang kuat dari kawasan perbatasan untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah agar memenuhi janjinya. Adapun bentuk demonstrasi yang terjadi masih dalam skala kecil, dan kurang mewakili kawasan perbatasan yang lainnya. Anggota DPR, DPRD, dan DPD sebagai wakil rakyat pun terkesan mengumbar janji manis, namun tanpa aksi nyata. Bukankah setiap warganegara dimanapun dia berada ketika disebut sebagai warganegara indonesia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlakuan dan kehidupan yang layak. Bukan hal ini dijamin dalam UUD 1945, dan itu merupakan bentuk amanah yang seharusnya dilakukan.

Melihat sejarah bahwa indonesia pernah memiliki kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Ternate-Tidore dan lainnya sudah memberikan bukti bahwa bangsa Indonesia pernah berjaya dan disegani dengan menguasai dan memanfaatkan potensi kelautan yang dimiliki. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan perubahan paradigma pembangungan nasional dengan mengoptimalkan potensi yang telah tersedia di negeri maritim ini.

Jangan pernah biarkan kawasan perbatasan ini merana sendiri, tanpa pendamping. Kawasan perbatasan menginginkan aksi nyata dari janji janji pemerintah, jangan biarkan meraka hidup dalam kesabaran tak berbatas; mereka warga negara Indonesia juga yang siap mati membela kejayaan indonesia, jangan sia –siakan mereka. Jangan biarkan garuda dicengkaram oleh harimau malaya yang sedang kelaparan.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar