Minggu, 17 November 2013

BATAS MIMPI


Prasasti semen yang berdiri tegak angkuh di depan banguan sekolah itu bertuliskan SDN 006 – SMPN 1 – SMAN 1 Sebatik Tengah, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Bangunan sekolah yang ada adalah milik SD 006 dan SMPN 1 Sebatik tengah, meskipun ada 3 sekolah dalam papan nama terseebut, hanya SMAN 1 yang belum memiliki bangunan sekolah sendiri. Untuk kegiatan pembelajaran, masih menumpang di dalam gedung sekolah dasar dan menengah pertama.

Bangunan sekolah itu berdiri kokoh diantara rimbunnya perkebunan kelapa sawit. Seolah memberi warna tersendiri ditengah hijaunya daun. Riuhnya anak-anak bermain jadi satu-satunya penanda aktivitas sekolah itu tetap berdenyut menyelingi alunan merdu suara daun yang berguguran dan angin yang lewat. Letaknya di tepi jalan namun dikelingi oleh kebun sawit membuat sekolah ini memiliki aura tersendiri. Seakan memecah bisunya suasana yang begitu sunyi sepi.

Sinar surya di ufuk timur menghangatkan pagi, mengganti dingin yang dihembuskan angin darat sepanjang malam. Penduduk asli di desaku adalah Dayak Tidung. Sebuah nama suku penduduk asli tanah Kalimantan yang berprofesi sebagai nelayan. Masyarakat tidung tinggal tak jauh dari tepi pantai dengan rumah panggung tinggi menjulang diatas laut. Separuh lainnya adalah transmigran. Kebanyakan datang dari Sulawesi, seperti Ibu Sade ini yang berasal dari Enrekang, Sulawesi Selatan. Ibu sade merupakan seorang ibu rumah tangga, yang menjadi kepala keluarga di tempat tinggal ku sekarang ini.

Sebagian dari mereka (Read:Suku Bugis) memiliki mata sipit, berkulit terang dengan rambut lurus sampai ikal, sedangkan lainnya berkulit gelap dengan rambut keriting. Ada pula transmigran dari suku Timor, Jawa. Di sini mereka melebur dan menyandang identitas baru sebagai orang Sebatik. Sebatik merupakan daerah yang paling dekat dengan Negara Malaysia. Wajar saja jika banyak penduduk lain berpindah ke Sebatik. Lokasi yang strategis menarik para urban untuk mengadu nasib di Negeri Jiran, Malaysia. Sebelum hijrah menuju Kota Tawau, biasanya penduduk akan menetap dulu di Sebatik. Alhasil jumlah penduduk sebatik terus bertambah sepanjang waktu, namun hal ini juga dibarengi dengan banyaknya imigran yang menyebarang ke Kota Tawau, Kinabalu atau daerah yang lainnya. Motivasi utamanya tak lain tak bukan adalah peningkatan kesejahteraan ekonomi.
 


 






Kelompok yang lain adalah anak Timor biasa bermain dipayungi rindangnya pohon besar di depan kelasnya. Sebagian dari mereka dapt langsung dikenali dengan melihat warna kulit yang sangat menyolok dengan rambut ikal dan bentuk mata yang besar. Di lapangan, terlihat beberapa murid lelaki sedang bermain voli, yang wanita seru mengobrol bergerombol di pojokan. Sementara, petugas piket sibuk mengusir anjing yang berkeliaran. Anjing di Sebatik memang dilepas liar sehingga selalu buang kotoran di mana saja. Populasi anjing disini sudah tak dapat terhitung jumlahnya, namun hewan tersebut sudah tidak galak lagi.

Hari itu aku sedang belajar menulis cita-cita. Ini adalah hari pertamaku belajar dengan siswa-siswa SMAN 1 sebatik tengah. Aku masuk menggantikan seorang guru PKn yang tak bisa hadir pada hari ini. Perkenalan sedang dimulai, jadi aku meminta mereka untuk menuliskan cita-cita hidupnya kelak. Ketika hari pertama belajar dengan saya sedikit terkejut karena Wahid, siswa kelas XI IPA yang berusia 16 tahun ini mengatakan “Saya belum memiliki cita-cita bu”. Cita-cita masa depan masih ia fikirkan, cita-cita yang lalu ia sudah lupa entah apa. Pada umumnya anak seumuran wahid sudah dapat mengucapkan beberapa penggal kalimat yang akan digapainya di masa depan. Masa depan yang menjadi gambaran mereka. Sungguh ironi memang, siswa kelas XI belum dapat menyatakan dengan jelas apa tujuan yang akan dicapinya kelak.




Desi Imanuni
Angkatan ke-3 SM-3T Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara

Tidak ada komentar :

Posting Komentar