"Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan"
(UUD 1945 pasal 31
ayat 1)
Salam
Sejahtera….
Tanggal
16 november kemarin, aku genap 3 bulan tinggal di Desa Aji Kuning,
Sebatik
Tengah, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara
Pertama-tama.. aku sangat bersyukur bisa menapaki tanah
Indonesia dan
memiliki
kesempatan untuk berbagi ilmu dan cerita kepada anak-anak
Indonesia
bagian utara..
Ku
mau berbagi… bisa….???
Desi Imanuni, nama seorang putri pertama Pasangan Bapak Asikin Umar dan Ibu Raminten. Aku adalah salah satu pengajar dari program Sarjana
Mendidik Daerah Terdepan Terluar dan Tertinggal (SM-3T) yang di selenggarakan
oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (info selengkapnya di website majubersama.dikti.go.id).
SM-3T adalah suatu gerakan perubahan dalam bidang pendidikan Indonesia. Dimana
pelamar merupakan lulusan sarjana terbaik dari universitas-universitas di
Indonesia yang kemudian diberi pembekalan sebelum diterjunkan sebagai guru ke
daerah 3T (Terdepan Terluar dan Tertinggal) yang secara langsung akan
berkontribusi secara aktif untuk kemajuan pendidikan di negeri ini.
Aku adalah Alumnus Pendidikan Geografi Unila angkatan 2009. Memberikan Sapaan hangat dari ujung utara pulau Kalimantan yang menjadi garda terdepan dan berhadapan langsung dengan Negeri tetangga, Malaysia. Sebuah langkah nyata dari sarjana muda Indonesia dalam sejarah pendidikan di negeri Zamrud Khatulistiwa tercinta.
Tapi langkah nyata itu akan berarti jika….. here is the clue
satu
kompleks bangunan dengan 3 sekolah
anak-anak
disini masih kesulitan ketika membaca
di
tingkat SMA ada siswaku yang membaca aja terbata-bata
Untuk
pelajaran eksakta, pengetahuan dasarnya masih rendah,
apalagi
di matematika terapanya… tambah kacau
lebih
hebohnya lagi, buku teks pelajaran.
banyak siswaku yang tidak punya.
kalopun ada, itu juga mereka fotokopi,
banyak siswaku yang tidak punya.
kalopun ada, itu juga mereka fotokopi,
dengan harga Rp 600,00 per lembar
fuiihhh..... fantastis sekalii...."
Persoalan kekurangan ruang kelas dan fasilitas belajar lain
serta guru menjadi persoalan yang marak terjadi di dunia pendidikan daerah
perbatasan Indonesia-Malaysia tepatnya di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan,
Kalimantan Utara. Padahal, layanan pendidikan itu juga melayani anak-anak
tenaga kerja Indonesia yang ada di Malaysia.
Puluhan anak tenaga kerja Indonesia (TKI) di Tawau, Malaysia,
setiap hari melintasi daerah perbatasan untuk belajar di jenjang SD, SMP,
hingga SMA/SMK di Pulau Sebatik. Anak-anak TKI itu tidak bisa mengakses
pendidikan di Malaysia.
Untuk mencapai Sekolah Dasar 005, Anak-anak ini harus memulai
perjalanan dari daerah perkebunan sawit di Bergosong Kecil, Sabah, melewati
jalan yang rusak dan turun naik selama 1-2 jam. Ada anak-anak TKI yang
bersekolah di SDN 005 ditampung di asrama sebuah yayasan di Desa Sungai Limau.
Tujuannya agar anak-anak tersebut tidak menempuh jarak jauh ke sekolah. Namun,
kapasitasnya terbatas. Meskipun layanan pendidikan terbatas, semangat anak-anak
untuk belajar cukup tinggi. Siswa SD itu masuk bergantian karena hanya tersedia
tiga ruang kelas. Siswa kelas I, II, IV, dan VI masuk pada pagi hari, sedangkan
siswa kelas III dan V masuk sore hari. Di sekolah hanya ada dua guru PNS, yakni
kepala sekolah dan guru kelas I SD. Enam guru lain diangkat sebagai guru
honorer oleh sekolah.
Kondisi pendidikan yang memprihatinkan juga dialami siswa SMPN 1
Sebatik Tengah. Sekolah ini kekurangan ruang kelas untuk menampung
siswa-siswanya yang dibagi dalam sembilan rombongan belajar. Jamari, Kepala
SMPN 1 Sebatik Tengah, mengatakan, hanya tersedia lima ruang sekolah. Sekolah
terpaksa memakai ruang perpustakaan, laboratorium IPA, dan ruangan asrama
putra/putri sebagai ruang kelas. Di sekolah ini ada 11 guru PNS. Sisanya, tujuh
guru, dan tiga tenaga kependidikan merupakan tenaga honorer.
SMAN 1 Sebatik
Tengah sejak 2010 hingga saat ini masih menggunakan gedung SDN 006 dan SMPN 1
Sebatik Tengah di Desa Aji Kuning. Siswa dilayani 4 guru PNS dan 13 guru
honorer dan 5 guru dari program SM-3T. Sekolah ini melakukan KBM pada sore
hari. Kondisi semakin terasa ironi ketika rintihan air langit
jatuh tak terbendung. Pelataran sekolah akan dipenuhi oleh genangan air. Namun,
ada saja siswa yang mau berbasah-basahan bermain volli di tengah lapangan.
Kesedihan berganti dengan keceriaan.
Siswa-siswa itu melupakan tentang bagaimana keadaan gedung sekolah. mereka
bersuka cita bermain dengan air hujan ini.
Untuk membangun Indonesia yang cerdas
harus dimulai dari sekarang. Karena mencerdaskan kehidupan bangsa bukan
hanya tugas pemerintah, tapi merupakan tanggung jawab kita bersama.
Semoga langkah kecil dan sederhana
yang kita lakukan dapat memberikan manfaat positif kepada tunas-tunas bangsa di
Pelosok Indonesia. Paling tidak memberikan semangat kepedulian dan indahnya
berbagi sebagai bentuk manifestasi bahwa kita satu bangsa, satu negara
Indonesia, dimanapun kita berada.
Desi Imanuni
Angkatan ke-3 SM-3T Kabupaten Nunukan,
Kalimantan Utara
Tidak ada komentar :
Posting Komentar