“Dari
sabang sampai merauke
berjajar pulau - pulau
berjajar pulau - pulau
Sambung
menyambung menjadi satu
itulah indonesia”
itulah indonesia”
Petikan lagu diatas menggambarkan
keadaan kondisi geografi Negeri indah nan permai ini. Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) adalah negara maritim yang berada di equatorial line. Indonesia, nama sebuah negara kepulauan yang memiliki luas 9 juta kilometer persegi, dimana
75% wilayahnya berupa lautan, pulaunya membentang dari ujung utara-selatan,
dari bagian paling barat sampai paling timur. Indonesia memiliki garis pantai
yang panjangnya mencapai 81 ribu kilometer. Dengan kondisi seperti ini
membuktikan bahwa Indonesia adalah sebuah negara Besar.
Secara geografis indonesia terletak
dalam posisi yang sangat strategis.
Mengapa demikian?
Indonesia berada di antara benua Asia dan Australia serta diapit oleh dua samudera, pasifik dan Hindia. Sebuah posisi yang sangat menguntungkan yang diberikan oleh ALLAH SWT kepada bangsa yang ber-bhinekka ini. Konsekuensi letak yang unik ini, indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tak tertandingi oleh negara tropiss lainnya. Sumberdaya yang ada di permukaan tanah berlimpah, bahkan di dalam air atau di dalam tanah sekalipun. Ini juga di dukung oleh sumber daya manusia yang melimpah jumlahnya.
Mengapa demikian?
Indonesia berada di antara benua Asia dan Australia serta diapit oleh dua samudera, pasifik dan Hindia. Sebuah posisi yang sangat menguntungkan yang diberikan oleh ALLAH SWT kepada bangsa yang ber-bhinekka ini. Konsekuensi letak yang unik ini, indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tak tertandingi oleh negara tropiss lainnya. Sumberdaya yang ada di permukaan tanah berlimpah, bahkan di dalam air atau di dalam tanah sekalipun. Ini juga di dukung oleh sumber daya manusia yang melimpah jumlahnya.
Melihat deskripsi negeri ini, tentu
orang akan beranggapan bahwa negeri ini kaya [sesungguhnya memang KAYA],
makmur, sejahtera, negeri tanah bertuah dengan segala karunia didalamnya. Tak ada
yang salah dengan pemikiran diatas, memang benar Indonesia kaya, dan sebagai
warga negara yang baik kita mesti bersyukur atas anugerah yang telah diberikan.
Namun jangan berfikir sedangkal itu, justru dengan situasi dan kondisi kompleks
ini tantangan dan peluang yang dihadapi bangsa ini juga besar adanya. Hal ini
berkaitan erat dengan rumusan konstitusi negeri ini, UUD 1945 alenia ketiga dan
keempat.
“...kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu pemerintah Negera Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”
Petikan UUD 1945 alenia keempat
mencerminkan tujuan bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Sungguh mulia adanya.
Berkaitan dengan aspek kewilayahan,
yang menjadi topik disini adalah bagaimana pemerintah indonesia dapat
mewujudkan janjinya sebgaimana tertuang dalam UUD 1945, “ untuk membentuk suatu negara yang besatu, berdaulat, melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Sebuah tantangan
besar yang mesti dihadapi oleh bangsa ini. Cobaan berat mengenai persatuan dan
kesatuan wilayah telah menghinggapi indonesia, mulai dari lepasnya timor timur,
pulau sipadan dan legitan.
Kawasan perbatasan memiliki nilai dan
peran strategis terhadap kedaulatan, keutuhan, dan martabat sebuah negara. Apabila “Pagar Depan”nya tak mencerminkan
kedaulatan, keutuhan dan martabat, bagaimana dengan isi yang ada di dalamnya. Kawasan perbatasan adalah suatu kawasan yang
berbatasan dengan negara lain setelah ditetapkan batasnya melalui
kesepakatan/perjanjian antar dua atau
lebih negara yang bertetangga, dimana kawasan perbatasan merupakan tanda
berakhirnya kedaulatan suatu negara terhadap wilayah yang dikuasainya.
Republik indonesia berbatasan baik
darat, maupun laut dengan sepuluh negara, antara lain berbatasan laut dengan Australia,
Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Palau, Singapura, Timor leste,
Thailand, Vietnam, dan berbatasan darat
dengan tiga negara yaitu negara Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini.
Upaya pembangunan di Kawasan
perbatasan ini tergolong lambat, berbeda dengan pembangunan di kawasan pulau Jawa,
Sumatera, Bali atau daerah lainnya. Kondisi ini belum signifikan mencerminkan
perubahan yang semestinya terjadi. Hal ini membuktikan bahwa kawasan perbatasan
Indonesia belum layak disebut sebagai “PAGAR DEPAN” wilayah indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan kondisi pulau
yang masih alami, ada yang berupa pulau batu, karang, atau pulau tidak
berpenghuni, sehingga aksesbilitas pembangunannya sulit dilakukan. Untuk gambaran
kondisi sosial ekonomi, dan budaya yang terjadi di kawasan perbatasan masih
tergolong rendah.
Sebagai informasi, penulis telah tujuh
bulan tinggal di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara. Salah satu kawasan perbatasan
darat dan laut dengan Negeri Sabah, Malaysia. Selama tujuh bulan ini, penulis
melakukan pengamatan, adaptasi dengan lingkungan sekitar. Penulis berpandangan
bahwa yang paling menghawatirkan adalah perubahan paradigma Ideologi. Perubahan
ideologi ini dimungkinkan karena interkasi dengan negeri tetangga, sudah
terjalin begitu erat bak pinang dibelah
dua. Setiap hari masyarakat pulau sebatik lebih banyak mengkonsumsi bahan
makanan dan minuman dari negeri tetangga, lebih sering menonton saluran
televisi dan radio Malaysia, jual beli sandang, pangan, dan papan ke wilayah
Malaysia . Hal ini dikarenakan aksesbilitas dari dan ke Malaysia lebih mudah,
bekerja pun di perusahaan milik malaysia bahkan untuk komunikasi pun menggunkan
bahasa Melayu (sabah, malaysia). Hal yang paling mencengangkan adalah
penggunaan Ringgit sebagai alat tukar menukar barang yang SAH dan diakui oleh
penduduk Sebatik. Uang ringgit adalah hal biasa dan mudah ditemui di kawasan
ini, dan masih banyak aspek-aspek lainnya yang lebih berpatokan dengan Negeri
Jiran ini bila dibandingkan ke Indonesia.
Jika dibiarkan tanpa perhatian yang
serius, bukan tidak mungkin ideologi pancasila akan semakin digerogoti, bukan
tak mungkin anak-anak di kawasan perbatasan bisa menyanyikan lagu kebangsaan
Malaysia tetapi tak hafal lagu kebangsaan Indonesia “ Indonesia Raya”, sungguh
suatu hal yang sangat tak diharapkan, dan penulis pun tak mau hal tersebut
terjadi.
Salah satu penyebab terpuruknya kawasan
perbatasan Indonesia adalah JANJI pemerintah Indonesia untuk melindungi segenap
bangsa indonesia dan sluruh tumpah darah indonesia yang masih sebatas JANJI. Kawasan
perbatasan menginginkan janji itu direalisasikan, agar janji tak sebatas janji,
atau janji yang akan dilupakan begitu saja. Secara khusus janji pemerintah ini
adalah tanggung jawab pemerintah untuk memajukan dan mempercepat oembangunan
dan menjadikan kawasan perbatasan ini layak disebut sebagai GARDA TERDEPAN
Negeri Indonesia.
Melihat bukti dan fakta yang ada
sekaang ini pemerintah belum memiliki keseriusan yang tinggi terhadap Kawasan perbatasan.
Kawasan perbatasan masih di-“anak tirikan” dengan daerah lainnya yang berada di
pulau Jawa. Penulis berpendapat bahwsanya pemerintah RI masih lemah dalam
pemahaman atas konsepsi ruang negara yang dimiliki oleh para pejabat negara
ini.
Dan ironisnya adalah kawasan
perbatasan seolah olah menerima semua kenyataan pahit yang mereka terima selama
ini. Sejauh ini belum ada upaya yang kuat dari kawasan perbatasan untuk meminta
pertanggungjawaban pemerintah agar memenuhi janjinya. Adapun bentuk demonstrasi
yang terjadi masih dalam skala kecil, dan kurang mewakili kawasan perbatasan
yang lainnya. Anggota DPR, DPRD, dan DPD sebagai wakil rakyat pun terkesan
mengumbar janji manis, namun tanpa aksi nyata. Bukankah setiap warganegara
dimanapun dia berada ketika disebut sebagai warganegara indonesia memiliki hak
yang sama untuk mendapatkan perlakuan dan kehidupan yang layak. Bukan hal ini
dijamin dalam UUD 1945, dan itu merupakan bentuk amanah yang seharusnya
dilakukan.
Melihat sejarah bahwa indonesia pernah
memiliki kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Ternate-Tidore dan lainnya sudah
memberikan bukti bahwa bangsa Indonesia pernah berjaya dan disegani dengan
menguasai dan memanfaatkan potensi kelautan yang dimiliki. Oleh karena itu,
sebaiknya dilakukan perubahan paradigma pembangungan nasional dengan mengoptimalkan
potensi yang telah tersedia di negeri maritim ini.
Jangan pernah biarkan kawasan
perbatasan ini merana sendiri, tanpa pendamping. Kawasan perbatasan
menginginkan aksi nyata dari janji janji pemerintah, jangan biarkan meraka
hidup dalam kesabaran tak berbatas; mereka warga negara Indonesia juga yang
siap mati membela kejayaan indonesia, jangan sia –siakan mereka. Jangan biarkan
garuda dicengkaram oleh harimau malaya yang sedang kelaparan.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar